A.
Pengertian Pengukuran,
Penilaian dan Evaluasi
1.
Pengukuran
Sebelum
seorang evaluator menilai tentang proses sebuah pendidikan, maka langkah awal
yang dilakukan adalah melakukan sebuah pengukuran. Dalam penilaian pendidikan,
evaluator harus mengatahui standar penilain yang telah telah ditetapkan oleh
pemerintah sebagai acuan dasar, sehingga dari situ evaluator mampu melakukan
pengukuran sesuai dengan apa yang seharusnya diakur dalam bidang pendidikan.
Umumnya sebuah pengukuran, akan dapat dilakukan dengan baik apabila evaluator
mengetahui dengan pasti objek apa yang akan diukur, dengan begitu evaluator
dapat menentukan instrument yang digunakan dalam pengukuran.
Pengukuran
merupakan proses yang mendeskripsikan performance siswa dengan menggunakan
suatu skala kuantitatif (system angka) sedemikian rupa sehingga sifat
kualitatif dari performance siswa tersebut dinyatakan dengan angka-angka
(Alwasilah et al.1996).
Menurt Ign.
Masidjo (1995: 14) pengukuran sifat suatu objek adalah suatu kegiatan
menentukan kuantitas suatu objek melalui aturan-aturan tertentu sehingga
kuantitas yang diperoleh benar-benar mewakili sifat dari suatu objek yang
dimaksud.
Menurut
Cangelosi (1991) pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan
empiris. Pengertian yang lebih luas mengenai pengukuran dikemukakan oleh
Wiersma & Jurs (1990) bahwa pengukuran adalah penilaian numeric pada fakta-fakta
dari objek yang hendak diukur menurut criteria atau satuan-satuan tertentu.
Jadi pengukuran bisa diartikan sebagai proses memasangkan fakta-fakta suatu
objek dengan fakta-fakta satuan tertentu (Djaali & Pudji Muljono, 2007).
Sedangkan
menurut Endang Purwanti (2008: 4) pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan
atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau
peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka.
Dari
pendapat ahli beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah
suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan fakta kuantitatif yang
disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu sesuai dengan objek yang akan
diukur.
2.
Penilaian
Penilaian
dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah Assessment yang berarti
menilai sesuatu. Menilai itu sendiri bararti mengambil keputusan terhadap
sesuatu dengan mengacu pada ukuran tertentu seperti menilai baik atau buruk,
sehat atau sakit, pandai atau bodoh, tinggi atau rendah, dan sebagainya (Djaali
& Pudji Muljono, 2007).
Istilah
asesmen (assessment) diartikan oleh Stiggins (1994) sebagai penilaian proses,
kemajuan, dan hasil belajar siswa (outcomes). Sementara itu asesmen diartikan
oleh Kumano (2001) sebagai “ The process of Collecting data which shows the
development of learning”.
Menurut
Endang Purwanti (2008: 3) Secara umum, asesment dapat diartikan sebagai
proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan
untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa baik yang menyangkut
kurikulumnya, program pembelajarannya, iklim sekolah maupun kebijakan-kebijakan
sekolah.
Pendapat
yang serupa juga disampaikan oleh Akhmad sudrajat (2008) Penilaian atau asesment
adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk
memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau
ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab
pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta
didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam
kata-kata) dan nilai kuantitatif.
Sedangkan Menurut
Ign. Masidjo (1995: 18) penilaian sifat suatu objek adalah suatu kegiatan
membandingkan hasil pengukuran sifat suatu objek dengan suatu acuan yang
relevan sedemikian rupa sehingga diperoleh kuantitas suatu objek yang bersifat
kualitatif.
Dari beberapa
pengertian menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian adalah
suatu kegiatan membandingkan atau menerapkan hasil pengukuran untuk memberikan
nilai terhadap objek penilaian.
3.
Evaluasi
Evaluasi
dalam bahasa Inggris dikenal dengan istila Evaluation. Gronlund (1985)
berpendapat evaluaasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau
membuat keputusan, sampai sejauh mana tujuan proram telah tercapai. Pendapat
yang sama juga dikemukakan oleh Wrightstone, dkk (1956) yang mengemukakan bahwa
evaluasi pendidikan adalah penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan siswa
kearah tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan dalam kurikulum (Djaali
& Pudji Muljono, 2007).
Sedangkan
Endang Purwanti (2008: 6) Berpendapat bahwa evaluasi adalah proses pemberian
makna atau penetapan kualitas hasil pengukuran dengan cara membandingkan angka
hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu.
Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah proses menilai
sesuat berdasarkan criteria tertentu, yang selanjunya diikuti dengan
pengambilan sebuah keputusan atas objek yang dievaluasi.
Dari
pengertian diatas istilah evaluasi dan penilaian hampir sama, bedanya dalam
evaluasi berakhir dengan pengambilan keputusan sedangkan penilaian hanya sebatas
memberikan nilai saja. Berdasarkan pengertian antara istilah pengukuran,
penilaian dan evaluasi yang dikemukakan diatas, maka jelaslah sudah bahwa
pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan tiga konsep yang berbeda. Namun
demikian, dalam prakteknya dalam dunia pendidikan, ketiga konsep tersebut
sering dipraktikkan dalam satu rangkaian kegiatan.
4.
Penilain
Hasil Belajar
Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara
dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh
mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian
kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa
hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik.Hasil penilaian dapat berupa
nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif
(berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan
nilai kuantitatif tersebut.
Penilaian memiliki tujuan yang sangat penting dalam
pembelajaran, diantaranya untuk grading, seleksi, mengetahui tingkat penguasaan
kompetensi, bimbingan, diagnosis, dan prediksi.
Berbagai macam teknik penilaian dapat
dilakukan secara komplementer (saling melengkapi) sesuai dengan kompetensi
yang dinilai. Teknik penilaian yang dimaksud antara lain melalui tes,
observasi, penugasan, inventori, jurnal, penilaian diri, dan penilaian
antarteman yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat
perkembangan peserta didik.
5.
Pengertian Prestasi Belajar
Pengertian prestasi menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah hasil yang yang telah dicapai dari apa yang telah
dilakukan atau dikerjakan. Sedangkan pengertian belajar menurut
(Nasution,1986:85) adalah perubahan - perubahan dalam sistem urat syaraf,
penambahan ilmu pengetahuan, belajar sebagai perubahan kelakuan berkat
pengalaman dan latihan.
(Purwanto,1990:85) mengatakan bahwa
belajar adalah tingkah laku seseorang yang terjadi sebagai hasil latihan atau
pengalaman yang telah dilalui, jadi belajar akan membawa perubahan-perubahan
pada individu baik fisik maupun psikis, perubahan tersebut akan nampak tidak
hanya berkaitan dengan aspek pengetahuan saja, tetapi juga berkaitan dengan percakapan,
keterampilan dan sikapnya.
Menurut (Slamet,1995: 5) belajar
adalah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Selanjutnya (Winkel,1996:242) mengemukakan
bahwa belajar adalah “suatu aktivitas mental / psikis yang berlangsung dalam
interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengetahuan, pemahaman,keterampilan dan nilai sikap.
Berdasarkan pengertian di atas, maka
dapat dijelaskan bahwa prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang
dimiliki siswa dalam menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang
diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai
dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan
dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses
belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan
evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau
rendahnya prestasi belajar siswa.
B.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Untuk mencapai
prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan
beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain; faktor yang
terdapat dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar
siswa (faktor ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak
bersifat biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain
adalah faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya.
1.
Faktor
Intern
Faktor intern adalah
faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, adapun yang dapat
digolongkan ke dalam faktor intern yaitu kecedersan/intelegensi, bakat, minat
dan motivasi.
a.
Kecerdasan/intelegensi
Kecerdasan
adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan
keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya
intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat
perkembangan sebaya. Adakalany perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan
yang berbeda antara satu anak dengan anak yang lainnya, sehingga seseorang anak
pada usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kawan sebayanya. Oleh karena itu jelas bahwa faktor
intelegensi merupakan suatu hal yang tidak diabaikan dalam kegiatan belajar
mengajar.
Menurut
Kartono (1995:1) kecerdasan merupakan “salah satu aspek yang penting, dan
sangat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. Kalau seorang murid mempunyai
tingkat kecerdasan normal atau di atas normal maka secara potensi ia dapat mencapai
prestasi yang tinggi.” Slameto (1995:56) mengatakan bahwa “tingkat intelegensi
yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi
yang rendah.”
Muhibbin
(1999:135) berpendapat bahwa intelegensi adalah “semakin tinggi kemampuan
intelegensi seseorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses.
Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seseorang siswa maka semakin
kecil peluangnya untuk meraih sukses.”
Dari
pendapat di atas jelaslah bahwa intelegensi yang baik atau kecerdasan yang
tinggi merupakan faktor yang sangat penting bagi seorang anak dalam usaha
belajar.
b.
Bakat
Bakat
adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan
pembawaan. Ungkapan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto
(1986:28) bahwa “bakat dalam hal ini lebih dekat pengertiannya dengan kata
aptitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan tertentu.”
Kartono
(1995:2) menyatakan bahwa “bakat adalah potensi atau kemampuan kalau diberikan
kesempatan untuk dikembangkan melalui belajar akan menjadi kecakapan yang
nyata.” Menurut Syah Muhibbin (1999:136) mengatakan “bakat diartikan sebagai
kemampuan indivedu untuk melakukan tugas tanpa banyak bergantung pada upaya
pendidikan dan latihan.”
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya sehubungan dengan bakat ini dapat mempunyai tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam proses belajar terutama belajat keterampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik. Apalagi seorang guru atau orang tua memaksa anaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan bakatnya maka akan merusak keinginan anak tersebut.
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya sehubungan dengan bakat ini dapat mempunyai tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam proses belajar terutama belajat keterampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik. Apalagi seorang guru atau orang tua memaksa anaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan bakatnya maka akan merusak keinginan anak tersebut.
c.
Minat
Minat
adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenai beberapa
kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan terus menerus yang
disertai dengan rasa sayang. Menurut Winkel (1996:24) minat adalah
“kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang/hal
tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu.” Selanjutnya Slameto
(1995:57) mengemukakan bahwa minat adalah “kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati
seseorang, diperhatikan terus yang disertai dengan rasa sayang.”
Kemudian Sardiman (1992:76) mengemukakan minat adalah “suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atai arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.”
Kemudian Sardiman (1992:76) mengemukakan minat adalah “suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atai arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.”
Berdasarkan
pendapat di atas, jelaslah bahwa minat besar pengaruhnya terhadap belajar atau
kegiatan. Bahkan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan
disimpan karena minat menambah kegiatan belajar. Untuk menambah minat seorang
siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah siswa diharapkan dapat
mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri. Minat belajar yang telah
dimiliki siswa merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil
belajarnya. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu hal
maka akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang diinginkannya dapat
tercapai sesuai dengan keinginannya.
d.
Motivasi
Motivasi
dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan
yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai
motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat
ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar sorang anak didik
akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar.
Nasution
(1995:73) mengatakan motivasi adalah “segala daya yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu.” Sedangkan Sardiman (1992:77) mengatakan bahwa “motivasi
adalah menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan
sesuatu.”
Dalam
perkembangannya motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu (a) motivasi
instrinsik dan (b) motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik dimaksudkan dengan
motivasi yang bersumber dari dalam diri seseorang yang atas dasarnya kesadaran
sendiri untuk melakukan sesuatu pekerjaan belajar. Sedangkan motivasi
ekstrinsik dimaksudkan dengan motivasi yang datangnya dari luar diri seseorang
siswa yang menyebabkan siswa tersebut melakukan kegiatan belajar.
Dalam
memberikan motivasi seorang guru harus berusaha dengan segala kemampuan yang
ada untuk mengarahkan perhatian siswa kepada sasaran tertentu. Dengan adanya
dorongan ini dalam diri siswa akan timbul inisiatif dengan alasan mengapa ia
menekuni pelajaran. Untuk membangkitkan motivasi kepada mereka, supaya dapat
melakukan kegiatan belajar dengan kehendak sendiri dan belajar secara aktif.
2.
Faktor
Ekstern
Faktor ekstern
adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya di
luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga,
lingkungan sekitarnya dan sebagainya. Pengaruh lingkungan ini pada umumnya
bersifat positif dan tidak memberikan paksaan kepada individu. Menurut Slameto
(1995:60) faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah “keadaan
keluarga, keadaan sekolah dan lingkungan masyarakat.”
a.
Keadaan
Keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan
dibesarkan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Slameto bahwa: “Keluarga adalah
lembaga pendidikan pertama dan utama. Keluarga yanng sehat besar artinya untuk
pendidikan kecil, tetapi bersifat menentukan dalam ukuran besar yaitu
pendidikan bangsa, negara dan dunia.”
Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang akan terdorong untuk belajar secara aktif, karena rasa aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk belajar.
Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang akan terdorong untuk belajar secara aktif, karena rasa aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk belajar.
Dalam
hal ini Hasbullah (1994:46) mengatakan: “Keluarga merupakan lingkungan
pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama
mendapatkan pendidikan dan bimbingan, sedangkan tugas utama dalam keluarga bagi
pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan
pandangan hidup keagamaan.”
Oleh
karena itu orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan dimulai dari
keluarga. Sedangkan sekolah merupakan pendidikan lanjutan. Peralihan pendidikan
informal ke lembaga-lembaga formal memerlukan kerjasama yang baik antara orang
tua dan guru sebagai pendidik dalam usaha meningkatkan hasil belajar anak.
Jalan kerjasama yang perlu ditingkatkan, dimana orang tua harus menaruh
perhatian yang serius tentang cara belajar anak di rumah. Perhatian orang tua
dapat memberikan dorongan dan motivasi sehingga anak dapat belajar dengan
tekun. Karena anak memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang baik untuk
belajar.
b.
Keadaan Sekolah
Sekolah
merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik
dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi
cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan
kurikulum. Hubungan antara guru dan siswa kurang baik akan mempengaruhi
hasil-hasil belajarnya.
Menurut
Kartono (1995:6) mengemukakan “guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran
yang akan diajarkan, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar.” Oleh
sebab itu, guru harus dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan,
dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar.
c.
Lingkungan
Masyarakat
Di
samping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang tidak
sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalm proses pelaksanaan
pendidikan. Karena lingkungan alam sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih
banyak bergaul dengan lingkungan dimana anak itu berada.
Dalam
hal ini Kartono (1995:5) berpendapat: Lingkungan masyarakat dapat menimbulkan
kesukaran belajar anak, terutama anak-anak yang sebayanya. Apabila anak-anak
yang sebaya merupakan anak-anak yang rajin belajar, maka anak akan terangsang
untuk mengikuti jejak mereka. Sebaliknya bila anak-anak di sekitarnya merupakan
kumpulan anak-anak nakal yang berkeliaran tiada menentukan anakpun dapat
terpengaruh pula.
Dengan
demikian dapat dikatakan lingkungan membentuk kepribadian anak, karena dalam
pergaulan sehari-hari seorang anak akan selalu menyesuaikan dirinya dengan
kebiasaan-kebiasaan lingkungannya. Oleh karena itu, apabila seorang siswa
bertempat tinggal di suatu lingkungan temannya yang rajin belajar maka
kemungkinan besar hal tersebut akan membawa pengaruh pada dirinya, sehingga ia
akan turut belajar sebagaimana temannya.